Jumat, 16 Mei 2014

Surat Al-Fatihah Ayat 6

1.Mengapa pada ayat 6 surat Al-Fatihah mengandung arti “Tunjuki kami jalan yang lurus”, bukan tunjuki kami jalan yang benar?
Jawab:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Pada ayat 6 tersebut mengandung arti tunjuki kami jalan yang lurus karena lurus tersebut maknanya cuma satu yaitu satu aturan yang sudah digariskan oleh Allah Swt. Tidak ada jalan lain selain yang diperintahkan oleh Allah Swt yang mana jalan yang lurus itu adalah jalan yang diridhoi oleh Allah Swt.
Mengapa bukan jalan yang benar? Kata benar merupakan hasil dari pemikiran manusia. Benar menurut manusia belum tentu benar menurut Allah. Misalnya, saat tersesat di dalam hutan. Kita lapar dan tidak ada satu pun makanan di sana. Karena lapar tersebut, kita pasti akan makan makanan apa saja yang terdapat di dalam hutan seperti ular, babi. Tetapi menurut Allah belum tentu itu dibenarkan.

Semantik kelas XII



BAHASA INDONESIA KELAS XII
Penerbit Intan Pariwara

Menggunakan Makna Lugas dan Kias

Makna lugas kata-kata bahasa Indonesia adalah makna sebenarnya, makna yang tidak mengandung nuansa makna lain. Makna lugas ini biasanya sesuai dengan makna yang ada dalam kamus. Jadi, makna lugas digunakan dalam kalimat sesuai dengan arti yang tercantum dalam kamus.
Makna atau arti lugas ini lebih jelas jika dipergunakan dalam kalimat, seperti berikut!
1.      Rumah paman lebih rendah letaknya daripada rumah ayah.
Rendah = dekat ke bawah, tidak tinggi.
Kata rendah tersebut menunjukkan arti tempat. Kebalikan dari makna lugas adalah makna kias. Kata bermakna kias adalah arti yang mengandung pengandaian atau pengibaratan. Kata rendah dalam kalimat tersebut juga dapat digunakan dalam makna kias.
2.      Walaupun sudah menjadi pejabat penting, Pak Harun tetap rendah hati.
Rendah hati = tidak sombong
Kata rendah hati digunakan untuk mengibaratkan atau mengiaskan sikap seseorang. Kata rendah pada rendah hati tidak merujuk letak suatu tempat. Arti yang timbul dari rendah hati tidak berasal dari kata rendah dan hati. Kata rendah hati dalam kalimat tersebut tidak dapat diartikan sendiri-sendiri. Kata tersebut secara bersama-sama menimbulkan arti baru. Gabungan kata yang mengandung makna kias disebut ungkapan.


Menggunakan Peribahasa
            Salah satu jenis kalimat dalam bahasa Indonesia adalah peribahasa. Berbeda dengan jenis kalimat lain, peribahasa ini bukan kelompok kalimat yang dilihat dari unsur sintaksisnya. Akan tetapi, peribahasa merupakan kelompok kalimat berdasarkan makna atau maksudnya.
Peribahasa berasal dari kata peri yang berarti hal dan bahasa yang berarti alat untuk menyampaikan maksud. Peribahasa pun dapat diartikan berbahasa dengan menggunakan bahasa kias. Peribahasa biasa digunakan untuk menyindir atau memperindah bahasa. Kata-kata dalam peribahasa merupakan susunan yang pasti dan tidak dapat diubah.
Menurut Soedjito dalam Kosakata Bahasa Indonesia, peribahasa dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut.
1.      Pepatah adalah jenis peribahasa yang berisi nasihat atau ajaran dari orang tua. Dalam bahasa Indonesia terdapat sejumlah pepatah, diantaranya sebagai berikut.
Contoh:
a.       Cantik-cantik bulu ayam, lama-lama bercantum juga. Artinya perselisihan antarsaudara akan berakhir dengan perdamaian.
b.      Enak makan dikunyah, enak kata diperkatakan. Artinya mengerjakan pekerjaan yang melibatkan banyak orang harus berunding lebih dahulu.
2.      Perumpamaan adalah jenis peribahasa yang berisi perbandingan. Perbedaan antara pepatah dengan perumpamaan adalah penggunaan kata-kata pembanding secara eksplisit. Kata-kata pembanding yang digunakan adalah seperti, sebagai, bak, bagai, atau laksana.
Contoh:
a.       Seperti ilmu padi, semakin berisi semakin menunduk. Artinya, orang yang berilmu tinggi tidak akan menyombongkan kepandaiannya.
3.      Pemeo adalah jenis peribahasa yang dijadikan semboyan. Semboyan ini berupa kata-kata singkat.
Contoh:
a.       Patah tumbuh hilang berganti berarti bila pimpinan meninggal, orang lain akan menggantikannya.
4.      Ungkapan adalah kelompok kata atau gabungan kata yang menyatakan makna kias. Ungkapan disebut juga frasa idiomatic.
Contoh: tinggi hati, buah bibir, panjang akal, berdarah biru, naik daun, dll.




 Menggunakan Ungkapan
            Ungkapan adalah kelompok kata bermakna kias. Ungkapan disebut juga frasa idiomatic. Ada beberapa ungkapan berdasarkan kata pembentuknya.


No.
Jenis Ungkapan
Ungkapan dan artinya
Penggunaan dalam kalimat
1.
Menggunakan nama bagian tubuh
Buah hati = anak kesayangan
Tangan kanan = orang kepercayaan
Rama adalah buah hati Pak Irwan dan Bu Selvi.
Ryan menjadi tangan kanan direktur PT. Sentosa.
2.
Menggunakan kata yang berhubungan dengan indra
Lembut hati = sopan
Panas telinga = marah
Berbeda dengan kakaknya, Vika gadis yang lembut.
Mendengar perkataan kakaknya, Diana menjadi panas telinganya
3.
Menggunakan nama warna
Masih hijau = belum berpengalaman
Muka merah = malu
Kania masih hijau untuk menyelesaikan permasalahan itu.
Mukanya merah saat bertemu dengan gadis pujaannya.
4.
Menggunakan nama benda alam
Bulan kesiangan = pucat
Bintang kelas = siswa terbaik dikelasnya
Wajahnya bagai bulan kesiangan saat tamu itu datang.
Rio adalah bintang kelas yang rendah hati
5.
Menggunakan nama binatang
Kutu buku = suka membaca
Kabar burung = kabar yang belum pasti kebenarannya
Si kutu buku kini tidak pernah datang ke perpustakaan sekolah.
Jangan khawatir, itu hanyalah kabar burung yang bisa meruntuhkan kariermu.
6.
Menggunakan nama bagian tumbuhan
Buah pena = hasil karya atau karangan
Naik daun = menjadi terkenal
Cerpen itu buah pena Riris Irawati.
Penyanyi wanita itu naik daun setelah mengeluarkan single pertama
7.
Menggunakan nama bilangan
Setengah hati = tidak tulus
Jika kamu hanya setengah hati mengerjakan tugas itu, sebaiknya mundur saja!

semantik kelas XI



Mahir Berbahasa Indonesia 2
Pengarang : P. Tukan, S.Pd
Penerbit : Yudhistira

Menentukan (mencatat) Aspek Kebahasaan
            Satu hal yang sangat berpengaruh dalam diskusi adalah keterampilan menggunakan bahasa dalam memengaruhi pendengar. Keterampilan yang dimaksud seperti penggunaan kosakata, ungkapan, dan perumpamaan.
a.       Kosakata
Seorang pembicara hendaklah mempergunakan kosakata yang tepat, kosakata yang baku dan efektif yang langsung mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Bandingkan kosakata dalam kedua pernyataan berikut!
1)      Kebiasaan siswa yang mengerjakan ulangan secara tidak jujur tentu saja merugikan dirinya sendiri.
2)      Kebiasaan siswa mencontek ketika ulangan akan menghambat kemandiriannya.
b.      Perumpamaan
Untuk menghidupkan ide dan perasaan, seorang pembicara dalam diskusi atau seminar dapat menggunakan perumpamaan. Ia dapat membuat perbandingan ide atau perasaannya dengan sesuatu yang lain sehingga lebih memengaruhi pikiran dan perasaan pendengar. Contoh:
1)      Kita bukannya kerbau yang dicocok hidungnya. Kita adalah manusia bebas sepantasnya menentukan sikap hidup sendiri.
Maksudnya adalah kita bukan orang yang selalu menuruti kemauan orang lain. Kita adalah manusia bebas yang sepantasnya menentukan sikap hidup sendiri.
Menggunakan Berbagai Makna dan Hubungan Makna
1.      Sinonim
Sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain. Kesamaan ini berlaku bagi kata, kelompok kata atau kalimat. Misalnya kata meninggal, wafat, gugur dan mati adalah empat kata yang bersinonim.
2.      Antonim dan Oposisi
Sebuah kata tidak mutlak berlawanan makna dengan makna kata lain. Kata hidup mutlak berlawanan maknanya dengan mati, tetapi kata pagi tidak mutlak berlawanan maknanya dengan kata siang, sebab masih ada kata lain yaitu sore dan malam. Kata baik juga bisa berlawanan makna dengan kata buruk, jelek, dan jorok. Jadi, kata seperti baik dan buruk hanya memiliki hubungan makna kebalikan, bukan berlawanan secara mutlak. Karena keterbatasan itu, Veerhar (1996) menggantikan antonim dengan oposisi yang di dalamnya tercakup konsep yang betul-betul sampai pada yang hanya bersifat kebalikan.
Oposisi dibedakan atas beberapa macam seperti berikut.
a.       Oposisi mutlak, yaitu perlawanan makna kata-kata secara mutlak seperti hidup x mati.
b.      Oposisi kutub atau gradasi, yaitu perlawanan makna kata-kata tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat gradasi. Artinya terdapat tingkatan-tingkatan makna pada kata-kata tersebut. Misalnya kaya x miskin dan kuat x lemah.
c.       Oposisi relasional atau hubungan, yaitu makna kata-kata yang bersifat saling melengkapi, misalnya dating x pergi.
d.      Oposisi hierarkial, yaitu hubungan makna kata-kata yang berada dalam satu deret jenjang atau tingkatan. Kata-kata yang beroposisi jenis ini biasanya berupa nama satuan (berat, panjang, isi dan pangkat), misalnya meter x kilometer dan ons x gram.
e.       Oposisi majemuk, yaitu makna sebuah kata beroposisi dengan lebih dari satu makna, misal, berdiri x duduk, berbaring, tiarap, berjongkok.

3.      Homonym
Homonym adalah kata-kata yang memiliki tulisan dan bunyi yang sama. Contohnya: bisa (racun) dan bisa (dapat).

4.      Homograf
Homograf merupakan kata-kata yang sama tulisannya atau ejaannya, tetapi bunyinya berbeda. Contoh: teras= bagian inti rumah dan teras inti kayu.

5.      Homofon
Homofon merupakan kata-kata yang sama bunyinya dan tulisannya berbeda. Contohnya bang dan bank; sanksi dan sangsi.

6.      Hipernim dan hiponim
Hipernim (superordinate atau genus) dan hiponim (subordinat atau spesies). Kata bunga sebagai hipernim dari kata mawar, melati, sedap malam, dan dahlia (sebagai hiponim) atau kata ikan sebagai hipernim dari sejumlah hiponim: mujair, kakap, bawal, dan bandeng.

7.      Polisemi
Polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu, dan makna-makna tersebut masih ada hubungannya. Perhatikan contoh polisemi kata kepala berikut:
Makna 1          : bagiab tubuh dari leher ke atas, misalnya kepala kambing
Makna 2          : bagian sesuatu yang terletk di depan, misalnya kepala kereta api.
Makna 3          : hal yang terpenting, misalnya kepala susu
Makna 4          : pemimpin atau ketua, misalnya kepala sekolah
Makna 5          : bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat, misalnya kepala paku
Makna 6          : jiwa atau orang, misalnya setiap kepala menerima satu kado
Makna 7          : akal budi, misalnya badannya besar, tetapi kepalanya kosong.

8.      Makna umum dan khusus
Makna umum sama dengan makna dasar, sedangkan makna khusus sama dengan makna tambahan akibat penggunaannya dalam konteks tertentu. Meskipun demikian, makna umum tidak mutlak hilang, tetapi tidak terkandung dalam makna khusus.
Perhatikan contoh berikut!
Makna Umum
Makna khusus
Melihat (mengarahkan mata)
1.melihat dari dekat (memerhatikan)
2. melihat secara langsung di lapangan (meninjau ke suatu objek)
3. melihat dari kejauhan (memandang)
4. melihat dengan ekor mata (mengerling)
5. melihat dengan membuka mata lebar-lebar (membelalak)
6. melihat dengan menggerakkan mata ke kiri atau kekanan (melirik)
7. melihat dari celah atau lubang (mengintip)

Memahami Kalimat yang Ambigu
            Ambigu mempunyai arti bermakna ganda. Contoh kalimat yang memiliki makna ambigu adalah kalimat berikut.
Warga baru sadar setelah longsor kedua dating
Kalimat tersebut dikatakan ambigu karena dapat ditafsirkan sebagai berikut.
1.      Warga itu baru sadar setelah longsor yang kedua dating.
2.      Warga yang baru itu sadar setelah longsor yang kedua dating.

Kegandaan makna juga terjadi dalam kata polisemi. Akan tetapi, kegandaan makna dalam polisemi berasal dari kata, sedangkan kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frasa atau kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda.
Untuk lebih memahami, perhatikan beberapa contoh frasa atau kalimat yang ambigu berikut.
1.      Orang malas lewat di sana. (kalimat), dapat ditafsirkan:
a.       Jarang ada orang yang mau lewat di sana
b.      Yang mau lewat di sana hanya orang yang malas
2.      Buku sejarah baru terbit Minggu ini. (frasa), dapat ditafsirkan:
a.       Buku sejarah itu baru terbit Minggu ini
b.      Buku yang berisi sejarah baru (bukan sejarah yang lama) baru terbit Minggu ini
Untuk menghindari kesalahan penafsiran seperti contoh di atas, dalam pengungkapannya, penutur sebaiknya mengucapkan dengan intonasi yang tepat (dalam penuturan lisan), dan dalam bahasa tulis pengguna bahasa dapat menggunakan tanda penghubung pada bagian-bagian yang ambigu.
Menggunakan Ungkapan dan Peribahasa
            Ungkapan adalah kata-kata yang bermakna kiasan atau idiomatical. Kridalaksana (1993) menjelaskan bahwa idiomatical adalah sifat konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, dimana masing-masing merupakan satuan gramatikal lain. Misalnya kambing hitam dalam kalimat, Dalam peristiwa kebakaran itu Hansip menjadi kambing hitam, padahal mereka tidak tahu apa-apa. Di sini makna kambing hitam tidak sama dengan kambing maupun hitam. Adapun pribahasa adalah kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna, dan fungsinya dalam masyarakat. Peribahasa bersifat diwariskan turun temurun yang digunakan untuk penghias karangan, penguat maksud karangan, pemberi nasihat, dan merupakan pengajaran atau pedoman hidup (Kridalaksana: 1993).
            Perhatikan kutipan cerpen “Air Mata Rembulan” karya Saefulloh M.Satori berikut!
“Yesterday is over. Jangan bawa aku terlalu jauh. Biar beribu kata kau ucap, tak akan mengubah pendirianku walau sejengkal ujung jari. Anjing menggonggong, kafilah berlalu.”
“Anda memang keras kepala”
“Biarin!
“Dasar pengecut, mental tempe”!
“biarin! Biarin! Biarin… pergi kau, jangan usik aku lagi. Yesterday is over. Let me alone forever, please..!!

Pada kutipan dan penggalan cerpen tersebut, ditemukan ungkapan dan peribahasa. ungkapan yang ditemukan adalah keras kepala dan mental tempe, sedangkan peribahasa yang ditemukan adalah anjing menggonggong kafilah berlalu.

Halaman